Taqiyuddin an Nabhani RA (H. Yudhi)
Taqiyyuddin an Nabhani RA (H. Yudhi). Syaikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Isma'il bin Yusuf an-Nabhani (lahir di Ijzim, Haifa pada tahun 1909 – meninggal di Beirut, Lebanon, 20 Desember 1977) adalah seorang ulama dari Yerusalem yang menjadi pendiri partai politik Islam Hizbut Tahrir. Dia telah hafal Al Quran sebelum usia 13 tahun. Namanya dinisbatkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa di Palestina Utara. #Syeikh Yusuf an-Nabhani# Syeikh Yusuf an-Nabhani adalah termasuk tokoh sejarah masa akhir Khilafah Utsmaniyah. Ia berpendapat bahwa Khalifah Utsmaniyah merupakan penjaga agama dan akidah, simbol kesatuan kaum Muslimin, dan mempertahankan institusi umat. Syeikh Yusuf bertentangan dengan Muhammad Abduh dalam metode tafsir. Muhammad Abduh menyerukan perlunya penakwilan nas agar tafsir merujuk pada tuntutan situasi dan waktu. Ia juga bertentangan dengan Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan murid-muridnya yang sering menyerukan reformasi agama. Menurut dia, tuntutan reformasi itu meniru Protestan. Dalam Islam tidak ada reformasi agama (seperti dalam pemahaman Protestan). Ia juga menentang gerakan misionaris dan sekolah-sekolah misionaris yang mulai tersebar pada saat itu. Oleh karena itu, di samping seorang ulama yang faqih, Syeikh Yusuf an-Nabhani juga terkenal sebagai seorang politikus yang selalu memperhatikan dan mengurus urusan umat. Berkenaan Syeikh Yusuf An-Nabhani, beberapa penulis biografi menyebutkan, "(Dia adalah) Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad an-Nabhani asy Syafi'i. Julukan baginya adalah Abu al-Mahasin. Dia adalah seorang penyair, sufi, dan termasuk salah seorang qadhi yang terkemuka. Dia menangani peradilan (qadha') di Qushbah Janin, yang termasuk wilayah Nablus. Kemudian ia berpindah ke Konstantinopel (Istanbul) dan diangkat sebagai qadhi untuk menangani peradilan di Sinjiq yang termasuk wilayah Moshul. Dia kemudian menjabat sebagai ketua Mahkamah jaza' di al-Ladziqiyah, sebelum pindah ke al-Quds. Selanjutnya ia menjabat sebagai ketua Mahkamah Huquq di Beirut. Dia menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai hingga 80 buah." #Pendidikan# Pendidikan dasar# Muhammad Taqiyuddin mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayahnya sendiri, seorang syekh yang faqih fid din. Ayahnya seorang pengajar ilmu-ilmu syari'ah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa cabang ilmu syari'ah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syekh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Ia adalah seorang qadhi (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka di daerah Turki Utsmani. Pertumbuhan Syekh Taqiyyuddin dalam suasana keagamaan yang kental seperti itu mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidupnya. Syekh Taqiyyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syari'ah dari ayah dan kakeknya, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur'an sehingga ia hafal Al Qur'an seluruhnya sebelum baligh. Ia telah hafal Al Qur'an seluruhnya dalam usia yang amat muda, yaitu di bawah usia 13 tahun. Di samping itu, ia juga mendapatkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri ketika ia bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim. Pembesaran Syeikh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan seperti itu, ternyata memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidupnya. Syeikh Taqiyuddin telah menghafal Al-Quran dalam usia yang sangat muda, yaitu sebelum ia mencapai umur 13 tahun. Dia banyak mendapat pengaruh dari kakeknya, Syeikh Yusuf an-Nabhani dalam banyak hal. Syeikh Taqiyuddin juga sudah mulai mengerti masalah-masalah politik yang penting, di mana kakeknya menempuh ataupun mengalami kejadian tersebut secara langsung karena hubungannya yang erat dengan para Khalifah Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia banyak menimba ilmu melalui dewan dan diskusi-diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh kakeknya. Kecerdasan dan kecerdikan Syeikh Taqiyuddin yang menonjol tatkala mengikuti majelis-majelis ilmu tersebut telah menarik perhatian kakeknya. Oleh sebab itu, kakeknya begitu memerhatikan Syeikh Taqiyuddin dan berusaha meyakinkan ayahnya -Syeikh Ibrahim bin Musthafa-tentang perlunya mengirim Syeikh Taqiyuddin ke al-Azhar untuk melanjutkan pendidikan nya dalam ilmu syariah.. #Sekolah di Akko# Kemudian ia berpindah ke sebuah sekolah di Akko untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum ia menamatkan sekolahnya di Akko, ia telah bertolak ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Al Azhar, hasil dorongan kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani. #Tsanawiyah Al Azhar# Syekh Taqiyyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama ia meraih ijazah dengan predikat sangat cemerlang. #Darul Ulum# Lalu ia melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar. Di samping itu ia banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al Azhar yang diikuti oleh syekh-syekh Al Azhar, semisal Syekh Muhammad Al Hidlir Husain—rahimahullah—seperti yang pernah disarankan oleh kakeknya. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al Azhar memungkinkannya. Meskipun Syekh Taqiyyuddin menghimpun sistem Al Azhar lama dengan Darul Ulum, akan tetapi ia tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar. Syekh Taqiyyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan pensyarah-pensyarahnya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat serta hujjah yang dilontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo dan di negeri-negeri Islam lainnya. Syekh Taqiyyuddin An Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama dia menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syekh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu syari'ah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya. Dalam forum-forum halaqah ilmiyah tersebut, An Nabhani dikenal oleh kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan Al Azhar, sebagai seseorang dengan pemikiran yang genius, pendapat yang kukuh, pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah. Demikian juga ia sangat bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna menimba ilmu dan belajar. #Dakwah, ketokohan & Pengaruh# Mengajar di Madrasah Islamiyah di Haifa#
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syekh Taqiyyuddin An Nabhani kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Di samping itu ia juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa. #Diangkat sebagai Musyawir# Pada tahun 1940, ia diangkat sebagai Musyawir (Pembantu Qadi) dan ia terus memegang jabatan ini hingga tahun 1945, yakni saat ia dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadi di Mahkamah Ramallah hingga tahun 1948. Setelah itu, ia keluar dari Ramallah menuju Syam sebagai akibat jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. #Qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds# Pada tahun 1948 itu pula, sahabatnya Al Ustadz Anwar Al Khatib mengirim surat kepadanya, yang isinya meminta agar ia kembali ke Palestina untuk diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds. Syekh Taqiyyuddin mengabulkan permintaan itu dan kemudian dia diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds pada tahun 1948. #Hizbut Tahrir# Pada tahun 1951, Syekh An Nabhani menziarahi kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung sehingga awal tahun 1953, ketika ia mulai sibuk dalam Hizbut Tahrir, yang telah dirintis antara tahun 1949 hingga 1953. Sejak remaja Syekh An Nabhani sudah memulai aktivitas politiknya karena pengaruh kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani. Pengalaman itulah yang mengantarkannya mendirikan partai politik berasas Islam, Hizbut Tahrir di Al Quds (Yerusalem) pada tahun 1953. Syekh Taqiyyuddin An Nabhani meninggal dunia pada tahun 1398 H/ 1977 M dan dikuburkan di Pekuburan Al Auza'i di Beirut. #Sumbangan kepada Islam# Ia telah meninggalkan kitab-kitab penting yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran yang tak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa Syekh Taqiyyuddin An Nabhani merupakan seorang yang mempunyai pemikiran brilian dan analisis yang cermat. Karya-karya Syekh Taqiyyuddin An Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihadnya antara lain:
1. Nizhamul Islam.
2. At Takattul Al Hizbi.
3. Mafahim Hizbut Tahrir
4. An Nizhamul Iqthishadi fil Islam.
5. An Nizhamul Ijtima'i fil Islam.
6. Nizhamul Hukm fil Islam.
7. Ad Dustur.
8. Muqaddimah Dustur.
9. Ad Daulatul Islamiyah.
10. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah (3 jilid).
11. Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir.
12. Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir.
13. Nida' Haar.
14. Al Khilafah.
15. At Tafkir.
16. Ad Dusiyah.
17. Sur'atul Badihah.
18. Nuqthatul Inthilaq.
19. Dukhulul Mujtama'.
20. Inqadzu Filisthin.
21. Risalatul Arab.
22. Tasalluh Mishr.
23. Al Ittifaqiyyah Ats Tsana'iyyah Al Mishriyyah As Suriyyah wal Yamaniyyah
24. Hallu Qadliyah Filisthin ala Ath Thariqah Al Amrikiyyah wal Inkiliziyyah.
25. Nazhariyatul Firagh As Siyasi Haula Masyru' Aizanhawar.
Semua ini belum termasuk ribuan risalah (nasyrah) mengenai pemikiran, politik, dan ekonomi, serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir. #Wafat# Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani Wafat pada 20 Desember 1977, di Beirut, Lebanon. #Syekh Taqiyuddin Al-Nabhani: Sang Pendiri Hizbut Tahrir# Sosoknya dikenal luas sebagai pendiri Hizbut Tahrir sebuah gerakan politik berasas Islam berskala internasional. Nama lengkapnya Syekh Muhammad Taqi al-Din bin Ibrahim bin Mustafah bin Ismail bin Yusuf al-Nabhani. Cucu dari Syekh Yusuf al-Nabhani, seorang ulama terkemuka di era Kekhalifahan Turki Utsmani itu adalah seorang hakim (qadi), penyair, sastrawan, dan sarjana Islam. Tokoh yang dikenal dengan nama Syekh Taqiyuddin al-Nabhani itu dilahirkan pada 1909 di daerah Ijzim. Namanya dinisbatkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk suku Arab penghuni padang sahara di Palestina. Syekh Taqiyuddin sejak kecil telah menimba ilmu agama dari sang ayah. Ayahnya adalah seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah yang diperolehnya dari ayahnya, Syekh Yusuf al-Nabhani. Sang kakek dan ayahnya juga berjasa dalam mengajarkan hafalan Alquran, sehingga di usianya yang belum baligh, yakni di bawah 13 tahun, Syekh Taqiyuddin sudah hafal seluruh isi Alquran. Syekh Taqiyuddin juga mendapatkan pendidikan umum dengen bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim. Ia lalu melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di Akko. Sebelum menamatkan studinya di Akko, atas dorongan kakeknya, Syekh Taqiyuddin memutuskan hijrah ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di sana. Setibanya di Kairo, ia kemudian mendaftar di Tsanawiyah Al-Azhar pada 1928. Pada tahun yang sama ia meraih ijazah dengan predikat sangat cemerlang. Lalu ia melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al-Azhar. Selain itu, ia juga banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al-Azhar yang juga diikuti oleh para syekh Al-Azhar.Saat menempuh pendidikan di Al-Azhar, sosoknya telah mampu menarik perhatian para murid lainnya dan para guru. Betapa tidak. Ia dikenal sebagai mahasiswa yang berpikir berpikir cermat dan pendapat serta hujjah (argumentasi) yang dilontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi ilmiah begitu memukau. Biasanya, acara debat dan diskusi ilmiah itu diselenggarakan oleh lembaga-lembaga kajian ilmu di Kairo dan di negeri-negeri Islam lainnya. Pada 1932, Syekh Taqiyuddin menamatkan kuliahnya di Darul Ulum. Di tahun yang sama ia menamatkan studinya di Al-Azhar Asy-Syarif menurut sistem lama. Para mahasiswa Al-Azhar Asy-Syarif dapat memilih beberapa syekh Al-Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah ilmiah mereka yang di antaranya membahas mengenai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah seperti fikih, ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid dan lain sebagainya. Pertumbuhan Syekh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan yang begitu kuat amat berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidupnya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syekh Taqiyuddin kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina. Ia bekerja sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Selain itu, Syekh Taqiyuddin juga mendedikasikan dirinya untuk mengajar di sebuah madrasah Islam di Haifa. Pada 1940, Syekh Taqiyuddin diangkat sebagai musyawir (pembantu qadi). Jabatan itu terus emban hingga1945, yakni saat ia dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadi (hakim) pada Mahkamah Ramallah hingga 1948. Setelah itu, ia hijrah dari Ramallah menuju Suriah sebagai akibat jatuhnya wilayah Palestina ke tangan Yahudi.
Tak lama kemudian, Syekh Taqiyuddin memutuskan untuk kembali ke Palestina atas permintaan salah seorang sahabatnya. Ia kemudian diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syariah Al-Quds.#Terjun ke politik# Pada 1951, Syekh Taqiyuddin berkesempatan mengunjungi kota Amman, Yordania, untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar madrasah tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung hingga awal 1953. Setelah tidak lagi mengisi ceramah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah, Syekh Taqiyuddin mulai aktif di dunia politik. Ketertarikannya terhadap politik sebenarnya sudah berlangsung sejak menginjak usia remaja. Di usianya yang masih terbilang belia, Syekh Taqiyuddin sudah memulai aktivitas politiknya karena pengaruh kakeknya, Syekh Yusuf al-Nabhani. Kiprahnya dalam dunia politik yang paling menonjol adalah ketika beliau mendirikan partai politik berasas Islam, Hizbut Tahrir yang telah dirintisnya antara tahun 1949 hingga 1953. Hizbut Tahrir secara resmi dideklarasikan pada tahun 1953 di Al-Quds (Yerusalem). Mengutip laman wikipedia, keberadaan Hizbut Tahrir dimaksudkan untuk membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah; membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur; serta membebaskan mereka dari cengkraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. Berlandaskan tujuan itu, Hizbut Tahrir bermaksud membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali. Di luar aktivitas politiknya, Syekh Taqiyuddin kerap meluangkan waktunya untuk dengan menulis buku. Beliau telah menyusun berbagai macam kitab penting yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran tang tak ternilai harganya. Karya-karyanya tersebut menunjukkan bahwa Syekh Taqiyuddin merupakan seorang cendekiawan dan tokoh Islam yang mempunyai pemikiran brilian dengan analisis yang cermat. Sedikitnya terdapat 25 hasil karya Syekh Taqiyuddin al-Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihadnya. Karya-karya tersebut antara lain: Nizhamul Islam, At Takattul Al Hizbi, Mahafim Hizbut Tahrir, An Nizhamul Iqthishadi fil Islam, An Nizhamul Ijtima'i fil Islam, Nizhamul Hukm fil Islam, Ad Dustur, Muqaddimah Dustur, Ad Daulatul Islamiyah, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah (3 jilid), Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir, dan Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir. Karya-karyanya yang lain adalah Nida' Haar, Al Khilafah, At Tafkir, Ad Dusiyah, Sur'atul Badihah, Nuqthatul Inthilaq, Dukhulul Mujtama', Inqadzu Filisthin, Risalatul Arab,Tasalluh Mishr, Al Ittifaqiyyah Ats Tsana'iyyah Al Mishriyyah As Suriyyah wal Yamaniyyah, Hallu Qadliyah Filisthin ala Ath Thariqah Al Amrikiyyah wal Inkiliziyyah, dan Nazhariyatul Firagh As Siyasi Haula Masyru' Aizanhawar. Kesemua karyanya itu belum termasuk ribuan risalah (nasyrah) mengenai pemikiran, politik, dan ekonomi, serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir. Beliau wafat di kota Beirut, Lebanon pada 20 Desember 1977 atau bertepatan dengan tahun 1398 Hijriyah dalam usia 68 tahun. Jasadnya dimakamkan di Al-Auza'i di Beirut. #Dari Al-Quds ke Penjuru Dunia# Syekh Taqiyuddin al-Nabhan mendeklarasikan berdirinya Hizbut Tahrir di Al-Quds pada 1953 denga dua tujuan mulia. Pertama, melangsungkan kehidupan Islam. Kedua, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Syekh Taqiyuddin mencoba mengajak umat Islam agar kembali hidup secara Islami di ‘’negara Islam’’ dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Ia mendambakan umat Islam hidup berlandaskan pada standar halal dan haram di bawah naungan Daulah Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat dan dibaiat oleh umat Islam untuk didengar dan ditaati. Khalifah yang telah diangkat berkewajiban menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Syekh Taqiyuddin menghidupkan Hizbut Tahrir sebagai upaya untuk membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar melalui pemikiran yang tercerahkan. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Hizbut Tahrir yang didirikan Syekh Taqiyuddin berjuang agar umat Islam dapat menjadikan Daulah Islam sebagai negara terkemuka di dunia, sebagaimana yang telah terjadi di masa silam, yakni sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini sesuai dengan hukum Islam. Organisasi Hizbut Tahrir berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. (Sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/m13s22/syekh-taqiyuddin-alnabhani-sang-pendiri-hizbut-tahrir). *Taqiyuddin An Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir, Penjual Ide Khilafah* Namanya Taqiyuddin An Nabhani. Ia adalah salah satu tokoh Islam politik terbesar pasca runtuhnya Turki Utsmani. Ia mendirikan partai bernama Hizbut Tahrir. Artinya: partai pembebasan. Berdiri di Palestina pada tahun 1953. Nama lengkapnya Muhammad Taqiyyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Ideologi partai yang ia dirikan itu ternyata begitu laku hingga ke luar negeri. Termasuk Indonesia. Simpatisan An Nabhani kemudian mendirikan cabang di Indonesia. Namanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sempat eksis hingga beberapa tahun. Lalu dibubarkan oleh pemerintah tahun 2019 silam. HTI berdiri pada tahun 1983. Masuknya melalui kampus. Berarti HTI telah eksis selama 36 tahun. Berkampanye di mana-mana. HTI menyuarakan khilafah. Meneruskan Turki Utsmani yang runtuh tahun 1924. An Nabhani memang tumbuh di suasana itu. Ia lahir tahun 1909. Ketika kekuasaan Utsmani sudah melemah. Digerogoti oleh Barat. Ditambah lagi terseret arus perang dunia. Di tahun 1924, Mustafa Kemal menguasai Turki. Ia kemudian menghapus Kekhilafahan Turki Utsmani untuk selamanya. Sistem kekhilafahan terakhir dalam sejarah manusia. Turki resmi menjadi nation state. Negara modern. Yang kiblatnya Barat. An Nabhani bukan orang yang tidak melek politik. Ia adalah cucu dari Syeikh Yusuf An Nabhani. Yusuf An Nabhani adalah politisi yang dekat dengan khilafah. Sang kakek banyak sekali mempengaruhi Taqiyuddin An Nabhani. Termasuk mendorong sang cucu untuk pergi ke Mesir, masuk ke Al Azhar. Di Mesir, menurut Zuhairi Misrawi, An Nabhani aktif di Ikhwanul Muslimin. Gerakan Islam global yang telah lahir lebih dulu. Didirikan oleh Hasan al Banna tahun 1928 di Mesir. Namun, Ikhwanul Muslimin tidak mendukung pembentukan kembali sistem khilafah. Konon, karena hal itu, An Nabhani tidak puas. Ia kemudian mendirikan Hizbut Tahrir. Jadi, menurut Zuhairi Misrawi, HT adalah “anak” dari IM. Visi utamanya adalah mendirikan khilafah. An Nabhani telah menghafalkan Alquran sejak berusia 13 tahun. Sejak kecil, kecerdasannya telah terlihat. Ia aktif mengikuti kajian dan diskusi yang diadakan kakeknya. Ia lahir di daerah Ijzim, Palestina. Ayah dan ibunya adalah orang yang terdidik dalam lingkungan keislaman. Ayahnya merupakan pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Latar belakang keluarga seperti itu turut membentuk kepribadiannya sebagai seorang muslim yang tangguh. Pada tahun 1945, ia dipercaya untuk menjadi hakim di Mahkamah Ramallah, Palestina. Belakangan, ia juga menjadi hakim di Mahkamah Syariah Al Quds. An Nabhani begitu getol melawan penjajahan Barat terhadap dunia Islam. Ia berusaha agar Islam yang telah mundur kembali meraih kejayaannya. Solusi yang coba ia tawarkan ke dunia Islam adalah kehidupan Islami itu sendiri. Ia mendirikan Hizbut Tahrir setidaknya dengan dua alasan. Pertama, menjaga kelangsungan kehidupan yang Islami. Kedua, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Ia mendambakan kehidupan Islami di bawah naungan daulah Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah. Khalifah ini yang akan menjalankan pemerintahan berdasarkan Alquran dan sunnah. Melalui Hizbut Tahrir, ia ingin membangkitkan kembali umat Islam dari kemunduran, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum selain Islam, serta membebaskan dari dominasi negara-negara Barat. Di luar aktivitas politik, An Nabhani juga produktif menulis. Ia menghasilkan puluhan karya buku. Buku-buku tersebut antara lain Nizhamul Islam, At Takattul Al Hizbi, Mahafim Hizbut Tahrir, An Nizhamul Iqthishadi fil Islam, An Nizhamul Ijtima’i fil Islam, Nizhamul Hukm fil Islam, Ad Dustur, Muqaddimah Dustur, Ad Daulatul Islamiyah, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah, Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir, dan Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir. An Nabhani meninggal pada 20 Desember 1977 di Beirut. Gagasan Taqiyuddin An Nabhani yang tegas menjual isu khilafah menarik perhatian banyak aktivis muslim di seluruh dunia. Mereka yang merindukan kembalinya khilafah Islam merasa sevisi dengan Hizbut Tahrir. Selain itu, kampanye Hizbut Tahrir juga cukup berhasil menarik simpati dari berbagai aktivis Islam. Tak lama kemudian, cabang-cabang Hizbut Tahrir berdiri di berbagai negara. Antara lain Mesir, Lebanon, Yaman, Uni Emirat Arab, Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libya, Malaysia, Turki, Rusia, Jerman, Spanyol, Prancis, dan Inggris. Termasuk Indonesia. Namun, karena yang dijual adalah isu khilafah, ia banyak dilarang. Berbagai negara, baik Timur Tengah maupun Barat, mulai melarang eksistensi Hizbut Tahrir. Alasannya jelas. Sistem khilafah bertentangan dengan sistem negara bangsa. Khilafah mengandaikan sistem kepemimpinan tunggal umat Islam global. Pemerintah Indonesia membubarkan HTI dengan tiga alasan. Pertama, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, HTI terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, HTI menimbulkan benturan di masyarakat. Meski Hizbut Tahrir di berbagai negara telah dibubarkan, Taqiyuddin An Nabhani tetap menjadi sosok yang fenomenal. Ia adalah simbol kerinduan umat Islam di berbagai penjuru dunia terhadap sistem khilafah. Meskipun secara organisasi telah dilarang, ideologi khilafah nampaknya tak mudah padam. (sumber: https://ibtimes.id/taqiyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir-penjual-ide-khilafah/). Blog ini dibuat dengan tujuan untuk menambah ilmu si Pembaca, tidak ada keuntungan Ekonomi sedikitpun yang diperoleh dari Pembuat. Tulisan diatas merupakan gabungan beberapa artikel dan ditulis juga sumbernya.
Comments
Post a Comment