Sunan Ampel RA (H. Yudhi)

Sunan Ampel RA (H. Yudhi). Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampel adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di daerah Champa. Sunan Ampel adalah Putra dari Syekh Ibrahim As-Samarqandy dengan Dewi Candrawulan. Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja Majapahit. #Riwayat# Saat ibu kota Champa jatuh ke Vietnam pada 1471, Sunan Ampel melakukan perjalanan ke Nusantara. Dia singgah selama dua bulan di Palembang dan berhasil mengislamkan adipati Palembang, Arya Damar. Rombongannya kemudian melanjutkan perjalanan dengan perahu, singgah di pelabuhan Jepara, hingga akhirnya sampai ke Tuban. Setelah Sunan Ampel dianggap cukup berilmu, ayahnya menugaskan ia ke Jawa untuk menyiarkan Islam. Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Jawa bersama ayahnya bernama Syekh Ibrahim Asmaraqandi untuk menyebarkan agama Islam. Sekaligus silaturahmi ke bibinya, Dewi Dwarawati yang menjadi istri Prabu Kertabhumi. Kapal Raden Santri beserta rombongan tiba di sebelah timur Bandar Tuban, yang disebut Gisik (sekarang bernama Gesikharjo). Pendaratan di Gisik dilakukan sebagai salah satu bentuk kehati-hatian, dikarenakan Tuban pada saat itu menjadi Pelabuhan Internasional Majapahit. Dengan cara mendarat di tempat yang tidak terlalu ramai ini, Syekh Ibrahim As-Samarqandi memulai dakwahnya. Tidak lama setelah sampai di Tuban ayahanda Raden Santri menderita sakit kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di daerah pesisir Gesikharjo, Palang, Tuban. Sepeninggal ayahnya, Raden Rahmat melanjutkan perjalanan dakwah keliling Nusa Tenggara. Selanjutnya, ia bersama Raden Santri dan Raden Burereh (Abu Hurairah) berangkat ke Majapahit untuk menemui bibinya, Dwarawati, salah satu istri raja Majapahit. Dari sinilah diduga Raden Rahmat mendapatkan restu untuk mendirikan pesantren di Ampel. Selain mendirikan pesantren, Sunan Ampel juga dipercaya untuk menjabat sebagai Adipati di Surabaya untuk menggantikan Arya Lembu Suro, hal ini tertuang dalam catatan Sedjarah Regent Soerabaja yang berbunyi sebagai berikut : "punika panjenengan ing kabupaten surapringga, kangjeng sinuhun ngampeldenta, nami pangeran rahmat, juluk seh mahdum, seda kasareaken ing ngampel" yang kemudian setelah dia wafat digantikan oleh Sunan Madjaagung/Sunan Mojoagung yang nanti salah satu keturunannya yang bernama Sayyid Maulana Umar Mas'ud menjadi pendiri Kerajaan Bawean di Gresik. Selama setahun di Majapahit, dia hendak balik ke Champa tapi negeri tesebut sudah hancur dan dikuasai raja Pelbegu dari kerajaan Koci. Berkat saran raja Kertabhumi, Raden Santri disuruh menetap di Gresik. #Ajaran# Moh limo, Mohlimo atau Molimo (Moh: tidak mau, limo: lima) adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu: 1. Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya. 2. Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya. 3. Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya. 4. Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya. 5. Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya. Ajaran ini muncul saat Kerajaan Majapahit pada abad ke-15 yang didera kekacauan akibat perang saudara, kemerosotan moral, dan maraknya perjudian, perampoka, dan pemerkosaan. Situasi inilah yang mendorong Raja Majapahit, Dyah Kertawijaya, mengundang Sunan Ampel untuk membantu memperbaiki perilaku masyarakat. #Pemakaman# Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah. Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir, tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro). Sunan Ampel meninggal pada tahun 1481. Ia dimakamkan di Kota Surabaya, Jawa Timur. Lokasi makamnya berada di Masjid Ampel. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Ampel). *Sunan Ampel: Nama Asli, Silsilah, Wilayah dan Cara Dakwah* Sunan Ampel adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Tak hanya dikenal sebagai pendakwah, Sunan Ampel juga dikenal sebagai pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Baca juga: Sunan Bonang: Nama Asli, Silsilah, Wilayah dan Cara Dakwah Sunan Ampel juga dijuluki sebagai Bapak Para Wali karena anak dan menantu mengikuti jejak dakwahnya yaitu Sunan Bonang, Sunan Drajat dan Sunan Giri. Baca juga: Sunan Gresik: Nama Asli, Silsilah, Wilayah, dan Cara Dakwah Sunan Ampel berdakwah dengan cara damai dan jauh dari kekerasan, namun filosofi yang diajarkan dapat menyadarkan masyarakat untuk hidup dengan jalan yang benar. Bengkak Kaki dan Memar Tangan, Trump Derita Insufisiensi Vena Kronis Artikel Kompas.id Baca juga: Sunan Gunung Jati: Nama Asli, Silsilah, Wilayah dan Cara Dakwah Silsilah Sunan Ampel Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat. Sunan Ampel lahir di Campa, Kamboja pada sekitar tahun 1401 M dari keluarga bangsawan. Ayah Sunan Ampel adalah Maulana Malik Ibrahim atau Malik Maghribi atau yang dikenal Sunan Gresik. Ibu Sunan Ampel adalah seorang putri dari Raja Champa Dinasti Azmatkhan I atau Ali Nurul Alam Maulana Israil yang bernama Siti Fathimah. Sunan Ampel memiliki dua orang istri yang bernama Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila dan Dewi Karimah Dari pernikahannya dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila beliau memiliki putra dan putri bernama Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin atau Raden Qasim (Sunan Drajat), Siti Syari’ah, Siti Muthmainnah, dan Siti Hafsah. Sementara dari Dewi Karimah beliau memiliki putra dan putri yang bernama Dewi Murtasiyah (Istri Sunan Giri), Dewi Murtasimah, Raden Husamuddin, Raden Zainal Abidin, Pangeran Tumapel, dan Raden Faqih. Wilayah Dakwah Sunan Ampel Sunan Ampel datang ke Jawa dan menetap di Tuban pada sekitar tahun 1443 M. Beliau datang bersama dengan saudara nya, Ali Musada dan saudara sepupunya Raden Burereh. Setelah menetap di Tuban,beliau kemudian menemui bibinya Dewi Sasmitraputri di Kerajaan Majapahit untuk. Baca juga: Curhat Pilu Farel Prayoga, Ratusan Juta Uangnya Dikuras Keluarga Tanpa Sepengetahuan, Tersisa Rp 50.000 Saat itu Kerajaan Majapahit yang sedang dalam masa-masa suram karena para adipati dan pembesar kerajaan melupakan tugasnya dengan hidup mewah dan berpesta. Kondisi itu membuat kerajaan yang carut marut sehingga Prabu Brawijaya mengundang Sunan Ampel untuk mengatasi masalah-masalah di Kerajaan Majapahit. Sunan Ampel kemudian berdakwah menyebarkan agama Islam di wilayah Kerajaan Majapahit dengan tugas menyadarkan para adipati dan pembesar kerajaan untuk kembali ke jalan yang benar. Dia Lupa Semua Surat Tanah Atas Nama Aku Sunan Ampel kemudian membangun masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah, serta membangun pesantren. Daerah tempat pesantren tersebut dikenal dengan Ampeldenta sehingga nama Raden Rahmat kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Sunan Ampel juga berdakwah ke pelosok negeri, mulai dari Madura hingga Bima. Metode Dakwah Sunan Ampel Sunan Ampel melakukan dakwah dengan membangun jaringan kekerabatan. Beliau juga melakukan upaya akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra-Islam dengan Islam agar lebih mudah diterima masyarakat. Salah satu cara dakwahnya Sunan Ampel yang masih dikenal hingga kini adalah falsafah "Moh Limo", yang artinya tidak melakukan lima hal tercela. Lima perkara itu yang diajarkan dalam falsafah "Moh Limo" adalah: Moh Main (tidak mau berjudi) Moh Ngombe (tidak mau mabuk) Moh Maling (tidak mau mencuri) Moh Madat (tidak mau menghisap candu) Moh Madon (tidak mau berzina). Sunan Ampel meninggal pada sekitar tahun 1467 Masehi dan dimakamkan di barat Masjid Ampel Surabaya. Sejak tahun 1972 Kawasan Masjid Agung Sunan Ampel telah ditetapkan menjadi tempat wisata religi oleh Pemkot Surabaya dan hingga kini masih ramai didatangi oleh para peziarah. (sumber: https://regional.kompas.com/read/2022/07/14/135555378/sunan-ampel-nama-asli-silsilah-wilayah-dan-cara-dakwah?page=all#.) #WISATA RELIGI SUNAN AMPEL: MENGGALI SEJARAH DAN SPIRITUALITAS DI SURABAYA# Sunan Ampel adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam yang sangat dihormati di Indonesia, terutama di Jawa Timur. Beliau merupakan bagian dari Wali Songo, sekelompok ulama yang berjasa besar dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Salah satu tempat yang memiliki nilai sejarah dan religius yang sangat kuat terkait dengan Sunan Ampel adalah Kompleks Makam Sunan Ampel di Surabaya, yang kini menjadi destinasi wisata religi yang menarik bagi wisatawan dari berbagai daerah, bahkan mancanegara. Artikel ini akan mengajak Anda untuk lebih mengenal keindahan dan makna yang terkandung dalam wisata religi Sunan Ampel. 1. Makam Sunan Ampel: Jejak Sejarah yang Menyentuh Hati. Kompleks makam Sunan Ampel terletak di kawasan Ampel, Surabaya. Makam ini adalah tempat peristirahatan terakhir dari Raden Rahmat, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel, yang wafat pada tahun 1481. Sunan Ampel dikenal sebagai seorang ulama besar yang tidak hanya menyebarkan Islam, tetapi juga mendirikan pesantren pertama di Surabaya yang menjadi pusat pendidikan agama bagi masyarakat sekitar. Ziarah ke makam Sunan Ampel menjadi ritual penting bagi umat Islam yang ingin mendoakan dan menghormati jasa beliau dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Di sekitar makam, terdapat sejumlah makam lainnya, termasuk makam keluarga Sunan Ampel dan para sahabatnya. Suasana di area makam terasa khidmat dan penuh kedamaian, yang memungkinkan pengunjung untuk merenung dan berdoa dengan tenang. 2. Masjid Sunan Ampel: Simbol Keberagaman dan Kekuatan Spiritualitas. Di dekat kompleks makam, terdapat Masjid Sunan Ampel, yang merupakan salah satu masjid tertua di Surabaya. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol keberagaman dan semangat dakwah Sunan Ampel. Masjid yang didirikan pada masa pemerintahan Demak ini memiliki arsitektur yang unik, dengan sentuhan khas Jawa yang menggabungkan unsur budaya lokal dan Islam. Masjid Sunan Ampel memiliki suasana yang sangat tenang dan nyaman untuk beribadah. Selain itu, banyak pengunjung yang datang ke masjid ini untuk mengikuti kajian-kajian agama yang rutin diselenggarakan, sehingga selain menjadi tempat ibadah, masjid ini juga berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama yang terus menghidupkan semangat dakwah Sunan Ampel. 3. Pesantren Ampel: Pusat Pendidikan Islam yang Bersejarah. Sunan Ampel juga dikenal sebagai pendiri pesantren pertama di Surabaya, yang kini menjadi Pesantren Ampel. Pesantren ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memberikan pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan sosial kepada santri-santrinya. Pesantren Ampel menjadi pusat pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan Islam di Jawa Timur, dan masih menjadi salah satu pesantren terkemuka di Indonesia. Bagi pengunjung yang tertarik untuk lebih dalam mengenal sejarah dan peran Sunan Ampel dalam penyebaran Islam, berkunjung ke Pesantren Ampel bisa menjadi pengalaman yang sangat berharga. Anda bisa melihat langsung kegiatan belajar mengajar dan juga berinteraksi dengan para santri yang mengabdikan diri untuk memperdalam ilmu agama. 4. Kegiatan Ziarah yang Penuh Makna. Ziarah ke makam Sunan Ampel bukan hanya tentang menghormati tokoh sejarah, tetapi juga merupakan kesempatan untuk memperdalam spiritualitas dan refleksi diri. Banyak peziarah yang datang dengan tujuan untuk mendapatkan keberkahan, memohon doa, serta mempererat hubungan dengan Tuhan. Sebagai tempat yang penuh makna religius, kawasan ini sering menjadi tempat bagi umat Islam untuk merenung dan mencari kedamaian batin. Selain itu, pengunjung juga dapat belajar banyak tentang nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Sunan Ampel, seperti kesederhanaan, keikhlasan, dan semangat untuk berbagi ilmu. Sunan Ampel sangat dikenal dengan kebijakan dakwahnya yang damai, yang mengutamakan pendekatan kasih sayang dalam menyebarkan ajaran Islam. 5. Kuliner Ampel: Menikmati Keberagaman Rasa. Setelah mengunjungi kompleks makam dan masjid, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi kuliner khas Ampel. Kawasan sekitar Sunan Ampel dipenuhi dengan warung-warung yang menawarkan makanan khas Surabaya dan Jawa Timur. Anda dapat menikmati makanan tradisional seperti soto, lontong balap, atau rujak cingur, yang tak hanya menggugah selera, tetapi juga mencerminkan keberagaman budaya di sekitar kawasan ini. Keberagaman kuliner ini juga menjadi bagian dari kekayaan budaya yang ada di sekitar kompleks makam Sunan Ampel, menggambarkan betapa budaya Islam yang dibawa oleh Sunan Ampel telah menyatu dengan tradisi lokal masyarakat setempat. 6. Keindahan Budaya dan Religiusitas. Wisata religi Sunan Ampel tidak hanya menawarkan pengalaman spiritual, tetapi juga kesempatan untuk mengenal lebih dalam budaya dan sejarah Islam di Indonesia. Di sepanjang perjalanan ziarah, Anda akan disuguhkan dengan keindahan arsitektur tradisional Jawa, suasana yang khidmat, serta cerita-cerita sejarah yang penuh inspirasi. Tidak heran jika banyak pengunjung yang merasa terhubung secara emosional dengan tempat ini, yang memberikan kedamaian dan ketenangan hati. Wisata religi Sunan Ampel di Surabaya menawarkan lebih dari sekadar tempat ziarah. Di sini, pengunjung dapat menggali sejarah, mengenal lebih dekat ajaran Islam yang dibawa oleh Sunan Ampel, serta merasakan kedamaian dan keberkahan yang terpancar dari tempat ini. Dari makam, masjid, hingga pesantren, semuanya mengajak kita untuk merenung, belajar, dan terus mengembangkan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai destinasi wisata religi, Sunan Ampel tidak hanya kaya akan nilai sejarah, tetapi juga mengajarkan kita tentang pentingnya kesederhanaan, keikhlasan, dan kasih sayang dalam beragama. (sumber: https://himastan.vokasi.unesa.ac.id/post/wisata-religi-sunan-ampel-menggali-sejarah-dan-spiritualitas-di-surabaya). Blog ini dibuat dengan tujuan untuk menambah ilmu si Pembaca, tidak ada keuntungan Ekonomi sedikitpun yang diperoleh dari Pembuat. Tulisan diatas merupakan gabungan beberapa artikel dan ditulis juga sumbernya.

Comments

Popular posts from this blog

Ling Tien Kung dan Syari'at Islam (H. Yudhi)

Abu Bakar Siddiq RA (H. Yudhi)

Realisme Ilmu Hubungan Internasional (H. Yudhi)